Museum ini
terletak di Jl. B.K.R. No. 185. Museum ini dikelola oleh pemerintah propinsi
Jawa Barat, yang mulai didirikan pada tahun 1974 dengan memanfaatkan bangunan
lama bekas Kawedanan Tegallega, yang kemudian diresmikan pada tanggal 5 Juni
1980 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan waktu itu, Daoed Joesoef.
Penamaan museum ini diambil dari gelar salah seorang raja Pajajaran sebagaimana tertulis pada Prasasti Batutulis. Dan kemudian ditetapkan melalui Kepmendikbud, museum ini menyimpan benda-benda alam, benda budaya, yang sampai pada tahun 2005 telah mengumpulkan sejumlah 5893 buah.
Di museum ini terdapat Tiga Lantai yang siap membantu anda mengenal sejarah dan budaya Jawa Barat. Di Lantai Satu ditampilkan kekayaan alam. Lantai Dua, menampilkan profil masyarakat tradisional Sunda dan hasil budayanya. Lantai tiga, ditampilkan penataan suasana ruangan yg biasa terdapat dalam satu rumah.
Bagi yang
hendak berkunjung, Museum Sri Baduga buka pada hari Senin–Jum’at pukul
08.00–15.00 WIB, Sabtu–Minggu pukul 08.00–14.00 WIB. Sedangkan pada hari-hari
libur nasional, museum ini tutup.
Museum
Negeri Sri Baduga berhadapan langsung dengan Monumen Bandung Lautan Api, dirintis sejak tahun
1974 dengan memanfaatkan lahan dan bangunan bekas kewedanaan Tegallega.
Bangunan Museum ini berbentuk suhunan panjang dan rumah panggung khas Jawa
Barat yang dipadukan dengan gaya arsitektur modern; adapun bangunan aslinya
tetap dipertahankan dan difungsikan sebagai ruang perkantoran. Museum ini
memiliki koleksi yang sangat kaya berupa barang-barang seni budaya Jawa Barat
yang berhubungan dengan biologi, etnografi, arkeologi, numismatik, filologi,
dermatologi, seni murni dan teknologi.
Areal
museum yang luasnya mencapai 8.415,5 m2 ini dibagi menjadi dua bagian; wilayah
publik atau public area (mencakup gedung pameran dan auditorium) dan wilayah
bukan publik atau non public area (mencakup ruang perkantoran Kepala Museum,
Sub Bagian Tata Usaha, Kelompok Kerja Bimbingan dan Edukasi, Kelompok Kerja
Konservasi dan Preparasi serta Kelompok Kerja Koleksi yang termasuk di dalamnya
Gedung Penyimpanan Koleksi).
Sepuluh
tahun kemudian, nama museum ini dilengkapi dengan nama “Sri Baduga” yang
diambil dari nama seorang raja Sunda yang bertahta di Pakwan Pajajaran sekitar
abad ke-16 Masehi. Nama raja tersebut tertuang dalam prasasti Batutulis (Bogor)
sebagai SRI BADUGA MAHARAJA RATU HAJI I PAKWAN PAJAJARAN SRI RATU DEWATA.
Sebagai
sebuah Museum umum dengan beragam koleksi dari bidang Geologi, Biologi,
Etnografi, Arkeologi, dan Sejarah, juga Numismatika/Heraldika, Filologi, Keramik,
serta Seni Rupa dan Teknologi, museum ini mencatat tidak kurang dari 5.367 buah
koleksi yang dimiliki; koleksi terbanyak berasal dari rumpun ilmu Etnografi
yang berhubungan dengan benda-benda budaya daerah. Koleksi-koleksi yang
dimiliki tidak terbatas pada bentuk realia (asli) saja, tetapi juga dilengkapi
dengan koleksi replika, miniatur, foto, dan maket. Benda-benda koleksi tersebut
selain dipamerkan dalam pameran tetap, juga didokumentasikan dengan sistem
komputerisasi dan disimpan di gudang penyimpanan koleksi.
Untuk
lebih meningkatkan daya apresiasi masyarakat terhadap museum, berbagai kegiatan
telah diselenggarakan di museum ini, baik yang bersifat kegiatan mandiri maupun
kerjasama kegiatan yang bersifat lintas sektoral dengan berbagai instansi pemerintah,
swasta, maupun asing. Contoh kegiatan yang telah dilaksanakan adalah
penyelenggaraan pameran temporer, pameran keliling, pameran bersama dengan
museum-museum dari berbagai propinsi, berbagai macam lomba tingkat pelajar,
ceramah, seminar, lokakarya, dan lain-lain.
Mengingat
perkembangan peran dan fungsi museum sebagai sebuah tempat atau wahana dalam
menunjang pendidikan, menambah pengetahuan, dan rekreasi; Museum Negeri “Sri
Baduga” Propinsi Jawa Barat melaksanakan renovasi terhadap tata pameran tetap
secara bertahap mulai tahun 1989 sampai dengan tahun 1992, termasuk perluasan
ruang pameran baru di lantai tiga.
The second
floor includes exhibition of traditional cultural materials in the form of
patterns of community life, livelihoods, commerce and transportation, as well
as the influence of Islamic and European culture, the history of national
struggle, and symbols of the district and cities of West Java.
Pengelompokan
area pameran ini dibagi menjadi tiga buah lantai. Lantai satu menampilkan perkembangan
awal dari sejarah alam dan budaya Jawa Barat. Dalam tata pameran ini, sejarah
alam yang melatarbelakangi sejarah Jawa Barat digambarkan dengan menampilkan
benda-benda peninggalan buatan tangan dari masa Prasejarah hingga zaman
Hindu-Buddha.
Lantai dua
memuat materi pameran budaya tradisional berupa pola kehidupan masyarakat, mata
pencaharian hidup, perdagangan, dan transportasi, juga pengaruh budaya Islam
dan Eropa, sejarah perjuangan bangsa,serta lambang-lambang daerah kabupaten dan
kota se-Jawa Barat. Lantai tiga, memamerkan koleksi etnografi berupa ragam
bentuk dan fungsi wadah, kesenian, serta keramik asing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar